News - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengatakan tidak bisa secara cepat menerapkan skema jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) sebab fasilitas transportasi umum di Jakarta harus dilengkapi terlebih dahulu sebelum menerapkan ERP.

Menurut Heru, ERP termasuk dalam program transportasi jangka panjang Jakarta. Kini, Pemprov DKI tengah menyusun blueprint penerapan ERP.

Ia mencontohkan, ERP bisa diterapkan ketika akses transportasi umum mulai Lebak Bulus di Jakarta Selatan hingga Ancol di Jakarta Utara telah difasilitasi. Transportasi umum yang harus sudah ada, yakni Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, Lintas Raya Terpadu (LRT) Jakarta, serta Transjakarta.

Menurut Heru, ketika akses mulai Lebak Bulus hingga Ancol telah difasilitasi transportasi umum, ERP baru bisa diterapkan.

"ERP tidak diterapkan untuk sekian titik ya, tetapi ke depan ERP itu bisa diterapkan di zona-zona yang memang transportasinya sudah cukup lengkap," sebutnya.

"Contoh, Sudirman, Thamrin, ya itu sudah ada MRT, sudah ada Transjakarta, sudah ada moda transportasi yang lain. Itu mungkin bisa alternatif untuk ERP," lanjut Heru.

Pembahasan penerapan ERP kini tertuang dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.

Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta selaku Ketua Tim Penyusun Raperda Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas, Susilo Dewanto, mengonfirmasi pembahasan penerapan ERP.

"Pemprov DKI saat ini sedang menyusun raperda manajemen kebutuhan lalu lintas yang dimulai sejak Mei 2024," ucapnya, Jumat (19/7/2024).

Penerapan ERP secara umum sebelumnya telah tertuang dalam raperda pengendalian lalu lintas secara elektronik (PL2SE). Draf raperda ini telah dirilis pada awal 2023.

Pemprov dan DPRD DKI telah melakukan pembahasan awal Raperda PL2SE. Meski demikian, pembahasan pasal per pasal belum pernah dilakukan.

Sekitar Februari 2023, Dishub DKI kemudian hendak membahas kembali isi dari draf Raperda PL2SE. DPRD DKI menyarankan Dishub agar mencabut Raperda PL2SE.

Di satu sisi, Raperda PL2SE sempat menuai kontroversi dari masyarakat, utamanya pengemudi ojek online yang menilai kebijakan ini akan semakin memberatkan ekonomi mereka.