News - Hamzah Fansuri merupakan seorang penyair sekaligus sufi terkenal abad ke-16 dan 17 yang asal sebenarnya masih misterius. Namun demikian, ia sampai sekarang dianggap sebagai penyair besar di Tanah Aceh, tempat ia merantau dan menghabiskan masa dewasanya.

Di Aceh, Hamzah Fansuri dikenang sebagai pembuka peradaban, karena sejak kemunculannya tradisi sastra sufistik berkembang secara luas di Aceh. Ia kemungkinan lahir di Fanshur, yang dalam bahasa Arab dan Persia merujuk pada kota Barus di Sumatra Utara.

Barus adalah kota dagang besar yang termasuk paling kuno di Sumatra. Daerah tersebut pusat produksi kapur barus atau kamper yang terkenal di kalangan orang India dan Timur Tengah.

Dalam tulisan berjudul "Perempuan-perempuan dari Sorik Merapi: Antara Tradisi Buddha dan Batak dalam Konteks Jalur Dagang Barus-Pasaman di Mandailing" (2021), saya sempat menulis bahwa sejak abad ke-7 M kemungkinan Islam sudah mulai masuk ke Barus.

Islam dibawa ke sana kemungkinan oleh orang Persia (atau orang India berbahasa Persia). Hal ini lantaran ditemukannya beberapa makam di Barus yang di permukaan nisannya terdapat puisi berbahasa Persia, yang oleh para peneliti puisi tersebut diduga berasal dari satu daerah di Iran sekarang.

Kendati Islam sudah masuk ke Barus sejak lama, masyarakat di sana begitu plural. Tidak berjauhan dengan Barus, terdapat Kawasan Percandian Padanglawas yang kaya dengan tinggalan bercorak Buddha Vajrayana.

Sementara sebelum kedatangan Islam, tercatat telah ada penduduk Kristen Nestorian yang hidup di sekitar Barus. Dengan demikian, Hamzah Fansuri di masa awal hidupnya di Barus tinggal di suatu daerah yang multikultur dan masing-masing kultur itu sama-sama kuat pengaruhnya, tidak ada yang mendominasi.