News - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Benny Susetyo menyebut operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap insan hukum di Mahkamah Agung (MA) adalah kasus besar yang melukai keadilan publik.

Betapa tidak, Hakim Agung Sudrajad Dimyati beserta sejumlah jajarannya ikut terseret dalam praktik rasuah, padahal mereka sangat diharapkan menghadirkan keadilan bagi para pencarinya.

"MA adalah benteng pertahanan yang terakhir karena kasus OTT ini bisa menghancurkan peradaban hukum karena hukum sudah di injak-injak. Rasa keadilan publik sudah dilukai sehingga rasa keadilan sudah tidak adil. Yang menunjukkan peradilan hukum sudah hancur lebur," ujar Romo Benny dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 27 September 2022.

Pakar komunikasi politik tersebut mengatakan bahwa masalah terbesar di MA adalah tidak adanya intervensi jika hakim melakukan penyalahgunaan wewenang atau abuse of power.

"Seharusnya ada pembenahan terhadap hakim-hakim di MA, namun respons mereka (MA) tidak progresif membenahi dari dalam. Manusia yang memiliki power yang berlebihan membuat kencenderungan korupsi terjadi, maka dari itu dibutuhkan pengawasan yang melekat," ujarnya.

Benny menyebut MA perlu melakukan reformasi besar-besaran untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati dan 9 orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.

"Penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka, pertama SD (Sudrajad Dimyati) hakim agung MA," kata Firli dalam konferensi persnya di Gedung Merah Putih KPK, Jumat, 23 September 2022 dini hari.

Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selaku penerima suap, Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Redi, dan Albasri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.