News - Sebagai guru, Iman Zanatul Haeri, sadar betul bahwa memutus lingkaran kekerasan di sekolah jadi salah satu tugas utamanya. Iman menyebut bahwa guru harus menjadi sentral moral dan etika bagi siswa. Maka saat muncul sejumlah kasus kekerasan yang diduga melibatkan guru di sekolah belakangan ini, Iman merasa miris.

Pada Kamis (26/9/2024), seorang siswa SMP Negeri 1 STM Hilir berinisial RSS dikabarkan wafat setelah menjalani hukuman dari guru agamanya sebab tidak hafal ayat di kitab suci. Karenanya, RSS dihukum seorang guru honorer di sekolah itu untuk melakukan squat jump sebanyak 100 kali.

Setelah dihukum, seperti diwartakan Antara, korban sempat dirawat di Rumah Sakit Sembiring, Kabupaten Deli Serdang. Namun, kondisinya terus menurun hinggakemudian meninggal.

Kejadian lainnya terjadi di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. KAF (13) tewas setelah mengalami pendarahan hebat akibat terkena lemparan kayu dari seorang ustadz di pesantren tersebut.

Kejadian itu diduga terjadi saat ustadz itu memarahi santri lain yang tidak segera bersiap mandi. Ustadz melempar balok kayu kepada santri yang tak bergegas mandi. Namun, nahas korban bertepatan melintas.

Seturut pemberitaan Antara, di balok kayu yang dilempar ustadz itu terdapat paku yang kemudian menancap di kepala korban. KAF tak sadarkan diri setelah paku yang menancap dicabut. Dia tewas setelah sempat dilarikan ke rumah sakit.

Iman yang juga Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai bahwa guru yang melakukan kekerasan terhadap murid perlu mendapat kecaman keras. Menurut Iman, salah satu faktor langgengnya kekerasan di sekolah adalah minimnya pengetahuan guru dan siswa soal bentuk-bentuk kekerasan.

Apalagi kekerasan yang paling mikro, kekerasan yang sifatnya halus, di mana itu belum dianggap kekerasan,” kata Iman saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (1/10/2024).