News - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebutkan, ada 23 kasus perundungan di satuan pendidikan yang terjadi mulai Januari hingga September 2023. Sebanyak 50 persen di antaranya terjadi pada jenjang SMP.

"Dari 23 kasus tersebut, 50 persen terjadi di jenjang SMP, 23 persen terjadi di jenjang SD, 13,5 persen di jenjang SMA, dan 13,5 persen di jenjang SMK," ucap Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo Sekjen, dalam keterangan resminya, Selasa (3/10/2023).

Ia mengungkapkan, perundungan tak hanya dilakukan antar-siswa saja. Namun, perundungan juga terjadi antara siswa dengan tenaga pendidik.

Menurut Heru, ada dua siswa yang meninggal dunia karena terlibat perundungan. Kasus meninggalnya dua siswa ini termasuk dalam 23 kasus perundungan tersebut.

Ia berujar, salah satu siswa yang meninggal dunia merupakan siswa SD negeri di Kabupaten Sukabumi. Siswa itu meninggal usai mendapatkan kekerasan fisik.

Satu anak lain yang meninggal dunia merupakan siswa SD yang bunuh diri. Heru mengatakan, bunuh diri itu bisa jadi dipicu karena siswa tersebut merupakan korban perundungan.

Ia mengatakan, perundungan antar siswa-tenaga pendidik terjadi di sejumlah sekolah. Misalnya, di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur dan di SMPN 1 Sianjur Mula Mula, Samosir, Sumatera Utara.

"Ada pendisiplinan dengan kekerasan yang dilakukan guru terkait pelanggaran tata tertib sekolah berupa memotong rambut 14 siswi karena tidak memakai ciput hingga pitak di depan. Kasus terjadi di SMPN 1 Sukodadi," kata Heru.

"Dan kasus guru memotong rambut siswa, hanya disisakan rambut samping anak. SMPN 1 Sianjur Mula Mula," lanjutnya.

Berdasar banyaknya kasus perundungan di Tanah Air, FSGI meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta pemerintah daerah untuk mencegah kekerasan di sekolah.

Salah satu caranya, menurut Heru, yakni dengan menerapkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

"(Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023) wajib diimplementasikan untuk menciptakan sekolah yang aman dan nyaman tanpa kekerasan melalui disiplin positif," tambah Heru.