News - Di masa ekonomi sulit dan pelemahan daya beli, masyarakat tetap “membakar duit” untuk membeli beberapa barang yang tidak sepenuhnya diperlukan dan bersifat tersier, seperti tiket konser, handphone, hingga pakaian bermerek. Dengan membeli barang ini, memungkinkan mereka merasa normal dan senang ketimbang benar-benar menghentikan keinginan untuk membeli barang tersebut.

Fenomena yang belakangan terjadi di Indonesia ini, disebut sebagai Lipstick Effect. Fenomena Lipstick Effect adalah refleksi dari bagaimana masyarakat beradaptasi dalam menghadapi tekanan ekonomi. Masyarakat dalam hal ini, cenderung mengubah cara mereka dalam mengonsumsi.

Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, mengatakan, fenomena ini terjadi saat konsumen mengalihkan pola belanja dari barang-barang mewah atau mahal ke barang-barang yang lebih terjangkau. Akan tetapi, ini tetap memberi kepuasan, terutama dalam situasi ekonomi yang sulit.

“Mereka beralih pada barang-barang yang lebih terjangkau, tetapi memberikan kepuasan tersendiri, semacam penghiburan kecil di tengah ketidakpastian,” kata Anwar kepada Tirto, Rabu (30/10/2024).

Sejatinya, kata Anwar, ini bukan hanya sekadar soal konsumsi barang 'sedikit mewah' yang lebih murah. Tetapi lebih dalam, mencerminkan upaya bertahan dan mencari secercah harapan di masa-masa sulit.

“Masyarakat seolah ingin menunjukkan bahwa, jika tidak bisa memiliki barang dengan kemewahan besar, setidaknya mereka bisa merasakan kebahagiaan dari barang-barang sedikit mewah,” kata Anwar menambahkan.