News - Kasus korupsi eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo kembali menjadi perhatian publik. Hal ini tidak lepas dari terungkap fakta persidangan bahwa uang Kementerian Pertanian diduga dikorupsi SYL untuk kepentingan keluarga.

Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melalui keterangan mantan Kasubag Rumah Tangga Biro Umum dan Pengadaan Kementan 2020-2021, Isnar Widodo, bahwa duit Kementerian Pertanian mengalir ke istri, anak dan cucu SYL.

Dalam persidangan, Isnar bercerita dirinya diperas SYL agar menggunakan uang Kementan untuk kebutuhan pribadi SYL dan keluarga. Pengadilan Tipikor pun akan meminta keterangan keluarga berupa istri dan anak SYL.

"Kemungkinan yang dipanggil itu yang sudah disebut, Bu Ayun (istri SYL), Kemal Redindo (putra SYL), dan Thita (putri SYL), karena ada berita acara pemeriksaan (BAP)-nya," ungkap Jaksa KPK Meyer Simanjuntak saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/4/2024), sebagaimana diberitakan Antara.

KPK pun menyatakan akan mendalami aliran dana kepada keluarga SYL. Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan lembaga antirasuah tengah mendalami dugaan korupsi.

"Tentu nantinya analisis berikutnya kan kami sedang selesaikan TPPU-nya yang sedang beproses," kata Ali, Kamis (25/4/2024).

Ali menerangkan, TPPU memuat istilah orang yang aktif dan pasif. Pihak pasif adalah orang yang menikmati hasil korupsi.

"Kalau dalam korupsi kan pelakunya yang kemudian memenuhi unsur-unsur pasal, baik kemudian orang yang turut menikmatinya belum tentu bisa dipertanggungjawabkan secara hukum," kata Ali.

Sidang putusan sela  Syahrul Yasin Limpo

Terdakwa kasus pemerasan dan gratifikasi Syahrul Yasin Limpo (tengah) berjalan meninggalkan ruangan usai mengikuti sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/3/2024). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

Ia menerangkan orang yang turut menikmati hasil dari kejahatan korupsi dan itu kemudian berubah menjadi aset ataupun misalnya dalam konteks riilnya, pelaku A kemudian dia sebagai pelaku korupsi uangnya ditransfer kepada B. Kemudian tokoh B ternyata adalah keluarga inti dan dia tahu bahwa si A mendapatkan dari hasil kejahatan, maka berstatus menikmati hasil pidana. Namun, unsur perbuatan keluarga tersebut tidak bisa dikenakan.

"Tapi kalau TPPU, dia turut menikmati dari hasil kejahatan dan dia tahu itu hasil kejahatan, maka bisa dipertanggungjawabkan. Maka kita sebut dengan pelaku aktif dan pasif dalam TPPU. Nah itu, jadi kita ikuti dulu proses persidangan," kata Ali.

Aliran dana untuk kepentingan keluarga memang sudah terungkap dalam dakwaan SYL. Dalam dakwaan SYL, uang hasil korupsi dengan nilai total Rp44,5 miliar itu dialirkan untuk kepentingan istri SYL sebesar Rp938 juta,-; kepentingan keluarga SYL sebesar Rp992 juta; kepentingan pribadi SYL sebesar Rp3,33 miliar; kado undangan Rp381 juta.

Selain itu, ada aliran dana ke Partai Nasdem Rp40 juta; keperluan lain-lain Rp974 juta; acara keagamaan, operasional menteri yang tidak sesuai pos sebesar Rp16,6 miliar; charter pesawat sebesar Rp3 miliar.

Uang mengalir juga untuk bantuan bencana alam atau sembako sebesar Rp3,5 miliar; keperluan ke luar negeri sebesar Rp6,9 miliar; umroh sebesar Rp1,8 miliar; dan dana kurban dengan nilai total Rp1,6 miliar.

Selain didakwa korupsi, SYL juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40,6 miliar secara berlanjut. Jaksa mendakwa hal tersebut sebagai gratifikasi karena SYL tidak pernah melapor kepada KPK selama 30 hari setelah penerimaan uang sebagaimana amanat Undang-Undang Tipikor.