News - "Alhamdulillah Pak Prabowo langsung gaspol. Beliau sudah langsung tahu apa pentingnya G-20 dan APEC juga, dan saya kira pesan yang paling penting itu adalah I'm here, I want to be a player, saya mau menjadi player di kancah internasional dan juga saya mau fast start."

Begitu lah tanggapan Mantan Wakil Luar Negeri, Dino Patti Djalal, melihat Presiden RI Periode 2024-2029, Prabowo Subianto, yang melakukan lawatan luar negeri usai dilantik sebagai Presiden RI. Bagi Dino, Prabowo menunjukkan sebuah perbedaan dibanding Presiden Jokowi saat memimpin Indonesia. Dino melihat, mantan Menteri Pertahanan itu sedang memperkuat eksistensi Indonesia di luar negeri, sebuah aksi yang berbeda daripada Jokowi.

Meskipun mengapresiasi, Dino mengingatkan bahwa pemerintahan Prabowo perlu berani berkata tidak dalam menghadapi asing. Ia mengingatkan potensi hubungan buruk AS dan Tiongkok yang mungkin memanas di era Donald Trump. Indonesia harus mengambil keuntungan dari kondisi tersebut.

"Nah menangani Tiongkok dan Amerika yang paling penting tahu nggak apa, jangan ragu say no. Jadi, ukuran bebas aktif itu sekarang adalah nyali kita untuk say no. Bukan kemauan untuk say yes karena say yes itu kan gampang. Kita mau sama ini baik, sama itu baik. Ya, yes, yes. Tapi bebas aktif itu diukur dari kalau kita harus, kita bisa say no. Ya kan?" kata Dino.

Berikut perbincangan lengkap Tirto dngan Dino Patti Djalal:

Gimana kabarnya?

kabar baik, terima kasih

Sibuk apa, pak?

sibuk persiapan konferensi luar negeri terbesar di dunia, yang dilakukan di Indonesia nanti. Nanti kita bicara itu.

Sebelum ngobrol konferensi luar negeri kita, kita mau sedikit tanya pendapatnya juga. Pak Dino pernah menjabat sebagai diplomat pernah, wakil menteri luar negeri pernah, kemarin kan kita tahu Pak Prabowo abis keliling selama 10 hari mulai Tiongkok sampai akhirnya kemarin pulang. Kalau misalkan Pak Dino sendiri melihat dari lawatan Pak Prabowo seperti apa kebijakan luar negeri Pak Prabowo, yang mungkin jadi highlight untuk Pak Dino?

Pertama terima kasih mengundang saya di podcast ini ya. Menurut saya memang dari awal perlu disadari bahwa politik luar negeri itu mempunyai peran yang sangat strategis ya, untuk semua program pembangunan, program ekonomi, yang dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Jadi, senang sekali saya melihat Pak Prabowo langsung memutuskan untuk melakukan kunjungan kerja ke luar negeri ini, baik secara bilateral maupun forum APEC dan G-20. Kenapa? Beliau memberikan isyarat I'm here kepada dunia internasional. Kenapa ini penting? Waktu dulu Pak Presiden Jokowi, waktu 2014, kan beliau sangat fokus kepada dalam negeri dan tidak tertarik kepada dunia internasional, bahkan banyak cerita beliau itu sampai nanya, "Ngapain sih saya harus ke G-20?", misalnya. Ya kan? Padahal kan penting sekali ya dan juga di ASEAN pun beliau sangat waktu itu agak reluctant ya, untuk ikut-ikut acara KTT ASEAN. Padahal ASEAN kan yang paling utama bagi politik luar negeri.

Nah alhamdulillah Pak Prabowo langsung gaspol. Beliau sudah langsung tahu apa pentingnya G-20 dan APEC juga, dan saya kira pesan yang paling penting itu adalah I'm here, I want to be a player, saya mau menjadi player di kancah internasional dan juga saya mau fast start, jadi mulai dengan cepat karena dulu kalau kita lihat waktu Pak Jokowi term pertama, baru term kedua mulai aktif di politik luar negeri. Itu pun pada paruhan kedua di term kedua. Term pertama sangat tidak tertarik masalah itu dan saya lihat Pak Prabowo juga nampaknya akan memerhatikan aspek multilateral karena waktu Presiden Jokowi dulu, 10 tahun tidak permah sekali pun ke sidang majelis umum PBB. Padahal kan Indonesia apa, kita kan adalah anggota PBB, tapi juga selalu pelopor multilateralisme. Kita kan dari dulu pendekarnya. Ini sinyal yang kuat itu adalah ketika Presiden Prabowo bertemu dengan Sekjen PBB Antonio. Saya yakin sekali setelah pertemuan itu, nanti tahun depan, bulan September, beliau akan ke PBB ya. Walaupun tentu belum direncanakan, belum diumumkan, saya yakin beliau akan melakukan kunjungan dan pidato di PBB. Itu menandakan Indonesia benar-benar full akan berkiprah di diplomasi multilateral.

Mungkin karena sedikit berbeda dengan Pak Jokowi, kesannya kan kemarin menyerahkan ke Bu retno kebanyakan kerja diplomasi dan kerja luar negeri ini. Kalau Pak Prabowo ini...

Ini kayaknya kebalik nih

Bakal dia yang lebih aktif?

Bahkan di kalangan dunia internasional, orang sudah bisik-bisik, ini kayaknya Presiden merangkap Menlu karena kalau kita lihat, kemarin apa, yang diliput media, sepenuhnya adalah, sepenuhnya adalah pidato beliau. Di G-20, APEC, dan sebagainya, bilateral juga dan belum ada konferensi pers nih, ya kan.

Iya, setelah lawatan 10 hari kemarin belum ada yang disampaikan kembali.

Dan Menlu pun saya lihat sampai sekarang belum ada penjelasan mengenai politik luar negeri. Mau diapain nih? Kan beliau kan manajernya, yang punya gawe kan Pak Prabowo, tapi beliau manajernya. Nah, jadi kita masih menunggu. Kita sih berharap Menlu, Menlu harus komunikatif. Alatas, Nochtar, Marty, Hasan Wirayuda, Retno, tugas Menlu adalah untuk memberikan penjelasan lebih detail mengenai operasional dan latar belakang dari langkah-langkah diplomasi kita.

Atau mungkin karena ada tantangan. Kan kesannya karena ini pertama kali menlu kita bukan dari Menlu karier, gitu. Jadi Pak Prabowo masih banyak in charge di sini. Ada hal seperti itu mungkin?

Enggak. Kalau saya lihat di India, India. Jadi, masukan saya untuk Pak Sugiono, think Jai Shinkar. Di India itu kan ada, pemimpin yang sangat kuat, bukan kuat saja, sangat kuat. Itu Modi. Ya kan. Kemudian, sudah kayak dewa lah Modi. Tapi Menlunya juga sangat lantang, sangat lantang.

Mengimbangi ya yang ditampilkan keluar pun sama dengan pemimpin utamanya?

Karena pemimpin utamanya tidak bisa melakukan semuanya. Jadi pemimpin utama itu nanti akan hadir di KTT, konferensi tingkat tinggi, ya kan? Tapi kan digodoknya, dimasaknya, di dapurnya, itu kan oleh Menlu dan dirjen. Gitu. Banyak sekali pertemuan, banyak sekali pertemuan, di mana presiden tidak mungkin akan hadir, tapi yang hadir, yang menggodok, itu adalah Menlu.

Jadi, Menlu harus komunikatif, harus bersuara, harus visible, harus tampil dan dilihat orang, harus berbedat, dan harus melobi, ada lobi yang di belakang layar, tapi ada juga yang harus tampil ke depan. Kenapa karena publik harus diyakinkan? Yang paling penting tau enggak apa, foreign policy begins at home. Ya kan. Politik luar negeri itu, dia harus kuat di rumah. Dan untuk kuat di rumah apa, dia harus menjelaskan ke rakyat. Rakyat harus dukung. Apapun sistem politiknya. Apakah di Tiongkok, sistem politik komunis, atau di Amerika yang liberal, atau di Indonesia, atau di mana pun. Foreign policy begins at home.

Karena dia mewakili seluruh di Indonesia. Jadi di Indonesia sendiri harus satu suara?

Benar, dan jangan sampai ada politik luar negeri yang rakyatnya enggak paham karena tidak dijelaskan.