News -
– Kalis Mardiasih dalam buku Luka-Luka Linimasa
Apa yang ditulis Kalis dalam bukunya itu barangkali bisa sedikit menggambarkan apa yang dialami Zita (bukan nama sebenarnya). Perasaan Zita hancur berkeping-keping begitu menyadari bahwa dirinya telah terjebak dan menjadi korban KBGO.
Perempuan berusia 25 tahun itu baru saja mengalami sextortion. Istilah ini merupakan gabungan dari sexual (seksual) dan extortion (pemerasan), yang biasa dimaknai sebagai istilah bagi bentuk pemerasan meliputi ancaman untuk menyakiti, mempermalukan atau merugikan korban jika tidak memenuhi tuntutan seksual pelaku.
“Aku trauma dan kalau aku cerita ulang bikin keinget,” ujar Zita kepada reporter Tirto saat dihubungi lewat pesan aplikasi X (dulu bernama Twitter), Senin (21/12/2024).
Perempuan asal Solo itu seperti sudah kehilangan arah. Ia tak tahu lagi harus menceritakan dan mengadu kepada siapa terkait kejadian yang baru menimpanya. Alhasil, ia beranikan diri bersuara di media sosial X.
“Tujuan aku cerita ingin divalidasi perasaanku. Ingin dapat dukungan mental. Karena sampai sekarang aku panik banget sebenarnya,” tulis Zita di akun X-nya–kutipan ini sudah atas seizin Zita.
Kejadian yang menimpa Zita bermula saat ia membutuhkan uang untuk berobat, sedangkan kondisi keuangannya saat itu sedang babak belur. Saat itu telah sebulan ia pulang ke kampung halamannya usai mengundurkan diri dari pekerjaannya di Jakarta. Tapi Zita tak memiliki uang tabungan sepeser pun.
Di tengah kondisi kalut tersebut, Zita memilih untuk mencari pinjaman ke teman-teman dekatnya. Sayang, tidak ada satu pun yang bisa membantu. Merasa buntu, ia berpaling mencari alternatif pinjaman dari iklan-iklan yang berseliweran di Facebook.
"Akhirnya aku scroll Facebook, ada yang nawarin pinjaman tanpa jaminan dan tanpa admin di awal,” ujarnya bercerita.
Kondisinya memaksa Zita tanpa berpikir panjang menghubungi kontak yang tertera di poster iklan pinjaman yang ditampilkan di laman Facebook tersebut. Namun, setelah berkomunikasi via WhatsApp, ia menjumpai sedikit kejanggalan. Beberapa persyaratan tambahan yang diminta admin pinjaman bersifat terlalu intim, mereka meminta mulai dari foto mengenakan celana dalam, hingga video telanjang.
Kepalang butuh, Zita kemudian mencari tahu akun Facebook yang menjadi admin pinjaman tersebut. Setelah ditelisik, Zita merasa tak menemukan hal yang ganjil, mencurigakan, atau berbahaya sebab seluruh komentar di akun Facebook tersebut tidak ditutup.
Kecurigaannya enyah dan Zita mencoba percaya bahwa persyaratan yang diminta merupakan hal yang lumrah. Terlebih nomor WhatsApp yang digunakan juga tidak memperlihatkan indikasi penipuan usai dilacak lewat aplikasi pengecekan nomor, Getcontact.
“Karena kepalang kepepet, jadi aku gas aku kirim semuanya,” imbuhnya.
Setelah seluruh persyaratan diminta dikirimkan, alih-alih mendapatkan pencairan pinjaman, Zita justru mendapati ancaman. Video yang dikirimkan Zita menjadi senjata bagi pelaku untuk melakukan pemerasan uang. Pelaku mengancam akan menyebarkan video Zita tersebut di beberapa media sosial seperti Instagram, X, Telegram, dan TikTok.
“Dan ternyata bener dia penipu, sekarang aku diperes. Cuma bisa pasrah,” sebutnya.
Sadar akan itu, Zita sontak menarik seluruh pesan yang sudah terlanjur dikirim kepada pelaku. Mulai dari identitas diri seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), nama akun media sosial miliknya, serta foto beserta video intimnya itu coba hapus. Ia mencoba menghapus pesan dan file yang telah terkirim. Namun pelaku tidak berhenti dan terus-menerus menekan Zita hingga mengajaknya Video Call Sex (VCS).
"Aku ngomong nggak punya duit, dia malah ngajak VCS. Yang aku kira awalnya adminnya cewek, makanya aku berani kirim video aneh, [tapi] ternyata cowok. Sampai sekarang dia masih chat aku. Aku takut dia beneran nekat. Malu banget," tulis Zita lewat cuitannya.
Sextortion dan Relasi Kuasa di Dalamnya
Kasus Zita bukan satu-satunya kasus sextortion yang terjadi di Indonesia. Publikasi SAFEnet berjudul “Laporan Situasi Hak-Hak Digital Indonesia” mengungkapkan bahwa selama 2023 ada 1.052 aduan KBGO dan 12,64 persen di antaranya merupakan sextortion.
Sextortion menjadi jenis KBGO ketiga terbanyak yang dilaporkan setelah image-based sexual abuse (IBA) atau penyalahgunaan konten intim korban dan penyebaran konten intim non-konsensual atau populer dengan istilah Non-Consensual dissemination of Intimate Image (NCII).
Secara umum, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melaporkan adanya penurunan aduan kasus KSBG (Kekerasan Seksual Berbasis Gender) pada 2023, dari 1.697 aduan pada 2022 menjadi 1.272 aduan. Namun, Komnas Perempuan lewat Catatan Tahunan (Catahu) 2023 menyatakan penurunan itu bisa jadi karena akses bantuan penanganan ke institusi lainnya menjadi lebih terbuka.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menegaskan bahwa hal tersebut tidak serta merta menunjukkan berkurangnya kasus KSBG.
“Pertama-tama, Komnas Perempuan mengapresiasi keberanian korban untuk bersuara dan mencari bantuan atas ancaman penyebaran konten intim yang menimpanya,” ujar Siti Aminah kepada Tirto, Senin (23/12/2024).
Jumlah aduan yang diterima SAFEnet, misalnya, justru memperlihatkan adanya kenaikan kasus. Pada 2023, SAFEnet mencatat, jumlah aduan KSBG/KBGO menyentuh 1.052 kasus, naik sebesar 33,65 persen dari setahun sebelumnya sebanyak 698 aduan.
Lebih jauh, dari 1.052 aduan ke SAFEnet sepanjang 2023, mayoritas korban atau sebanyak 53,42 persen dilaporkan berada di kisaran usia 18 sampai 25 tahun. Kelompok usia terbanyak kedua yakni 12-17 tahun alias pada usia anak, di mana persentasenya menyentuh 21,87 persen.
Korban KBGO usia anak memang harus menjadi sorotan. TaskForce KBGO–sebuah kolektif untuk meretas KBGO–melaporkan pada 2023 jumlah aduan korban berusia di bawah 18 tahun yang mereka terima melonjak naik lebih dari dua kali lipat menjadi 25 kasus, dari sebelumnya berada di angka 11 kasus pada 2022.
Koordinator Awas KBGO (inisiatif SAFEnet untuk gerakan advokasi isu KBGO), Wida Arioka, mengatakan kekerasan yang dialami korban KBGO terjadi karena adanya keinginan untuk tetap berkuasa atau relasi kuasa di dalamnya.
Hal yang terjadi pada korban X di atas katakanlah, menurut Wida, terlihat jelas terjadi relasi kuasa. Sebab, si pelaku memiliki konten intim terkait si korban yang bisa ia gunakan sewaktu-waktu. Hal tersebut terjadi pula pada kasus-kasus lainnya seperti penyebaran konten intim tanpa izin atau NCII. Relasi kuasa juga menjadi senjata bagi pelaku untuk kemudian bertindak melakukan sebuah kekerasan dengan menyebarkan konten intim.
Contoh kasus lain yang sering terjadi adalah ketika sebuah pasangan menjalani pacaran jarak jauh atau long distance relationship (LDR), mereka berkirim foto atau bahkan video bernuansa seksual atau terlalu intim. Foto dan video yang awalnya hanya untuk konsumsi pribadi ini bisa menjadi senjata ketika pasangan tersebut berpisah.
Mantan pacar kemudian bisa menjadi pelaku yang mengancam korban akan menyebarkan foto atau video yang pernah dikirimkan oleh korban.
“Itu berarti melanggar proses gimana consent awalnya adalah video foto hanya disimpan untuk berdua, tetapi kemudian dilanggar dengan ancaman penyebaran kepada orang lain,” ujar dia kepada Tirto, Selasa (24/12/2024).
Jika dilihat lebih jauh, berdasarkan catatan SAFEnet terdapat 76 aduan kasus NCII dan 325 aduan tentang ancaman penyebaran konten intim per Juli hingga September 2024. Korban mengalami kekerasan berlapis. Konten intim, dalam beberapa kasus, bahkan diambil tidak atas izin atau consent dari pihak yang lain.
Terkini Lainnya
Sextortion dan Relasi Kuasa di Dalamnya
Minim Perlindungan Terhadap Korban
Peran Platform Cegah KBGO
Artikel Terkait
Polemik Bripda Fauzan: Perkosa Mantan & Dinas Lagi usai Banding
Menteri PPA Akui Geram pada Pelaku Kekerasan Seksual Difabel NTB
Ambil Kendali, Hapus Konten Intim Tanpa Izin di Dunia Digital
LPSK Terima 1.063 Permohonan Perlindungan KS Selama 2024
Populer
Edy Rahmayadi Minta MK Batalkan Kemenangan Bobby-Surya
Untung Rugi RI Beli Minyak Rusia usai Resmi Jadi Anggota BRICS
Alasan Polda Metro Jaya Bidik Pengelola Aplikasi Koin Jagat
Era Bakar Uang Meredup, Startup Unicorn Berjuang Agar Tak Lenyap
Fenomena Demam Koin Jagat: Antara Hiburan & Kebutuhan Finansial
TNI di NTT Tewas Gantung Diri, Diduga Stres karena Mahar
Apa Faktor Utama Penyebab Kebakaran di Los Angeles?
Kemendikti Berpeluang Terapkan Skema Ini soal Tukin Dosen
Flash News
PPPA Dorong Pembatasan Penggunaan Medsos & Gadget untuk Anak
KPK Tahan 1 Tersangka Kasus Korupsi Investasi PT Taspen
Khofifah Dorong Prabowo Terapkan MBG di Sekolah TK Islam
KKP Diminta Tindak Tegas Pembuat Pagar Laut 30 Km di Tangerang
PBNU Ungkap Syarat Ketat jika Dana Zakat Biayai Program MBG
Khofifah Undang Prabowo Hadiri Kongres Muslimat NU di Surabaya
Andika Cabut Gugatan Pilkada, Ahmad Luthfi Tunggu Penetapan MK
Wali Kota Jaktim Telusuri Identitas Anak Main Skuter di Jalan
Respons Pigai soal Perusahaan yang Belum Pekerjakan Difabel
Dapur Umum MBG di Bantul Ditargetkan Berjalan Akhir Januari 2025
Kejagung Siap Lindungi Bambang Hero usai Dilaporkan ke Polisi
BPBD Jakarta Minta Publik Buat Turap Mandiri Antisipasi Longsor
Pratikno Akui Penyaluran Makan Bergizi Gratis Belum Merata
Ketua DPD Saran Gunakan Dana Zakat untuk Biayai Program MBG
Skrining Kesehatan Gratis, Menko PMK: Cegah Penyakit Kronis