News - 2024 yang diharapkan membawa perbaikan ekonomi, baik bagi rakyat maupun Indonesia secara keseluruhan, justru diwarnai oleh rentetan aksi penolakan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen oleh berbagai pihak. Dengan penolakan terakhir dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, pada Jumat (27/12/2024).

Selain penolakan tarif PPN 12 persen, kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah pada 2024 telah banyak mendatangkan protes karena dinilai memberatkan masyarakat maupun dunia usaha. Padahal, dengan adanya konflik geopolitik, perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan dampak perubahan iklim telah membuat kondisi ekonomi nasional cukup tertekan.

“Di sisi domestik, Indonesia juga menghadapi tekanan dari sejumlah kebijakan ekonomi yang diberlakukan pada 2024, yang secara signifikan memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah,” kata Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, dalam keterangannya, dikutip Senin (30/12/2024).

Beberapa kebijakan yang justru memberatkan masyarakat tersebut, antara lain:

Pertama: Terbitnya Permendag Nomor 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor menjadi salah satu kebijakan paling kontroversional yang ditelurkan pemerintah di awal 2024. Permendag yang berlaku efektif pada 17 Mei 2024 itu menjadi pengganti Permendag 7/2024 -perubahan kedua atas Permendag 36/2023 yang baru diberlakukan pada 10 Maret 2024.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan, revisi ini dilakukan untuk menyelesaikan kendala perizinan impor yang berimbas terhadap penumpukan puluhan ribu kontainer yang mengangkut besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan sejumlah komoditas lainnya di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak pada akhir April 2024.

“Dalam 5 bulan, terjadi tiga kali perubahan aturan impor. Dan Permendag 8 ini akhirnya membuat barang-barang impor konsumsi, khususnya pakaian jadi dan alas kaki membludak cukup signifikan,” kata Direktur Eksekutif Center of Economy and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, saat dihubungi Senin (30/12/2024).

Pada akhirnya, relaksasi aturan impor ini membuat banyak perusahaan padat karya bergulingan, tutup dan memutuskan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan-karyawannya.

Berdasar data yang dirilis Kementerian Ketenagakerjaan, pada awal Desember 2024, angka PHK sudah mencapai 80.000 orang, dengan jumlah korban PHK dari sektor tekstil saja sebanyak 13.061 tenaga kerja. Selain PHK massal yang dilakukan oleh 14 perusahaan tekstil itu, ada pula 34 pabrik tekstil yang gulung tikar hanya dalam periode Januari-awal Desember 2024.

“Karena tidak mampu bersaing dengan barang-barang impor. (PHK dan penutupan pabrik tekstil) itu jadi salah satu isu terbesar di 2024,” imbuh Bhima.