News - Jalan becek, lapangan berdebu dan makanan basi. Tiga kesan yang melekat pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI di Sumatra Utara. Mulai dari tempat pertandingan atau venue yang belum rampung hingga persoalan teknis lainnya mencoreng ajang olahraga paling bergengsi di Indonesia.

Di balik cap buruk ini, muncul jua isu dugaan korupsi. Namun sebelum ke situ, mari lihat betapa kecewanya para atlet melihat penyelenggaraan PON di Sumut. Shaleha Fitriana contohnya. Atlet taekwondo putri dari Jawa Tengah ini sudah tiga kali mengikuti PON sejak di Jawa Barat pada 2016 lalu.

“Dari segi kesiapan, yang paling tidak siap ya PON tahun ini,” ujar Shaleha di Martial Art Arena, Sport Center Sumut, Kabupaten Deli Serdang, Kamis (12/9/2024).

Persoalan yang dialami Shaleha bukan sebatas debu. Namun juga logistik. Pada hari pertama di Sumut, ia memeroleh makanan yang sudah basi. Selain itu, atlet dan penonton cabang olahraga taekwondo juga sempat merasa kepanasan akibat mesin pendingin ruangan tidak menyala saat pertandingan berlangsung.

“Waktu di hari pertama dapat mi yang agak bau, seperti basi. Kalau hotel sudah bagus, hanya saja agak jauh dari venue,” ujar Shaleha.

PON merupakan ajang olahraga paling ditunggu-tunggu atlet nasional. Oleh karena itu, Shaleha menyayangkan kondisi yang terjadi. Sejumlah sarana dan prasarana belum rampung dibangun. Puluhan unit truk dan alat berat lalu lalang menimbulkan abu dan membuat jalanan becek. Di sisi lain, cuaca panas membuat suasana menjadi gerah lantaran belum ada pepohonan yang tumbuh di lokasi.

“Ini kan event besar yang ditunggu-tunggu atlet di seluruh Indonesia, jadi kayak kurang saja,” ujarnya.

Sebagai atlet yang sudah tiga kali mengikuti PON, Shaleha punya anggapan sendiri mengenai ajang kali ini. Menurutnya, PON Papua pada 2021 lalu jauh lebih baik.

“Kalau menurut saya, secara prepare lebih baik PON di Papua. Kalau di sini masih belum siap, venue-nya juga belum terlalu selesai pembangunannya, jadi banyak debu,” sambungnya.