News - Publik kembali memperbincangkan soal open donasi atau kegiatan pengumpulan dana yang dilakukan secara terbuka kepada masyarakat umum. Kali ini, Livy Renata menjadi sorotan karena diduga membeli mobil dengan cara membuka donasi. Hal ini sontak menuai kritik publik.
Selebgram berusia 22 tahun ini lantas memberikan klarifikasi. Menurutnya, ia tak membuka donasi, melainkan menyediakan foto eksklusif yang bisa diakses di media sosial dan pembayarannya dana kepadanya melalui aplikasi Trakteer.
“Saya tidak membuka donasi, itu selfie eksklusif,” tulisnya dikutip dari medcom.id
Menkominfo, Budi Arie Setiadi, mengatakan bahwa permasalahan pengumpulan donasi adalah ranah Kementerian Sosial. Akan tetapi, dari sisi Kominfo, pemerintah melihat proses perizinan hingga pertanggungjawaban pengumpulan donasi.
"Kita liat izinnya dulu. Perizinannya gimana, pertanggungjawabannya gimana. Kan masyarakat mengumpulkan donasi untuk satu atau lain hal kan boleh," kata Budi Arie di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/3/2024).
Menurutnya, publik bisa melapor jika ada penyalahgunaan donasi karena tak dipungkiri kegiatan ini berpotensi terjadi pelanggaran hukum.
"Kalau misalnya dia melanggar hukum bisa masuk pidana kan," ujarnya.
Sementara Menteri Sosial, Tri Rismaharini, enggan berkomentar tentang dugaan open donasi seperti yang dilakukan Livy. Ia mengaku belum tahu kasus tersebut dan belum berbicara soal penindakan. Menurutnya, ia perlu mengetahui lebih lanjut.
"Nanti tak lihat," kata Risma singkat di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.
Selain kasus Livy, masalah penyalahgunaan donasi juga sempat terjadi beberapa waktu sebelumnya. Misalnya kasus komika Singgih Sahara asal Semarang. Ia diduga menggunakan sebagian dana hasil donasi untuk berfoya-foya.
Singgih mengumpulkan donasi lewat media sosial Twitter/X. Ia mengaku melakukan open donasi untuk pengobatan ibu dan anaknya. Hingga Rabu (20/3/2024), aksinya berhasil mengumpulkan uang hingga Rp257.689.732.
Namun rupanya Singgih hanya menghabiskan Rp50 juta untuk pengobatan, sementara sisanya untuk berfoya-foya.
Selain dua kasus tersebut, ada juga masalah donasi yang dilakukan lembaga donasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang menghimpun dana untuk korban kecelakaan Lion Air JT 610.
Di pengadilan, hakim menvonis hukuman penjara kepada eks Presiden Yayasan ACT, Ibnu Khajar, selama tiga tahun.
ACT terbukti menyelewengkan dana santunan untuk 189 penumpang dan kru dari Boeing Financial Assistance Fund. Pengelola ACT meminta dana sebesar USD144.500 per ahli waris.
ACT mengeklaim membangun fasilitas sosial sebagaimana rekomendasi 68 ahli waris, tetapi proyek berjalan mangkrak. ACT juga menutupi informasi bahwa para ahli waris seharusnya menerima dana dari Boeing, tetapi malah menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
Terkini Lainnya
Perkuat Implementasi Regulasi dan Edukasi
Artikel Terkait
Siapa Daud Kim yang Viral karena Ingin Bangun Masjid?
Populer
Kejati Jatim: INKA Habiskan Rp28 M dalam Proyek Fiktif di Kongo
Adu Kuat PDIP Melawan Trah Jokowi di Gelanggang Pilwalkot Solo
Konsekuensi Besar, Keppres Pindah Ibu Kota Baiknya Tak Buru-Buru
Wakil Presiden ke-9 RI Hamzah Haz Meninggal Dunia
Pemerintah Akan Umumkan 7 KEK Baru, Salah Satunya Smelter di IKN
UU TNI Soal Prajurit Berbisnis, KSAD: Banyak Anggota Jadi Ojol
Jika Anies & Ahok Maju Pilgub Jakarta, KIM akan Usung Siapa?
Untung Rugi Wajib Ikut Asuransi TPL bagi Pemilik Kendaraan