News - Peningkatan kasus COVID-19 dalam jumlah cukup besar terjadi di Singapura. Dalam dua minggu terakhir, otoritas kesehatan setempat mencatat lebih dari 22 ribu kasus positif baru COVID-19 di negeri singa. Dilaporkan Channel News Asia, Sabtu (2/12/2023), kasus tersebut meningkat sepanjang periode 19-25 November 2023.

Kementerian Kesehatan Singapura menyatakan, angka rawat inap dan ICU harian akibat COVID-19 masih stabil. Kasus didominasi oleh subvarian Omicron EG.5 dan HK.3, yang mencakup lebih dari 70 persen kasus. Belum ada indikasi subvarian yang mendominasi tersebut menghasilkan tingkat keparahan lebih tinggi dari subvarian lainnya.

Peningkatan jumlah kasus COVID-19 yang cukup signifikan di Singapura itu sampai ke telinga Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi Sadikin. Ia mengaku memantau kenaikan kasus COVID di negara tetangga tersebut. Bagusnya, kata Budi, Indonesia masih diproteksi dengan program vaksinasi COVID.

“Mumpung sampai Desember ini masih gratis, ya itu dimanfaatkan saja,” kata Budi di Jakarta, Senin (4/12/2023).

Menjelang libur Natal dan tahun baru (Nataru), Indonesia perlu mewaspadai pola peningkatan kasus COVID-19 yang kerap terjadi di masa liburan dan awal tahun. Terlebih, tidak menutup kemungkinan perjalanan lintas negara akan membawa risiko penularan COVID-19 semakin meluas.

Epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, menilai Indonesia juga memiliki potensi lonjakan kasus COVID-19 seperti yang terjadi di Singapura. Ia memprediksi subvarian EG.5 dan HK.3 mampu menyebar di dalam negeri beberapa pekan ke depan.

“Ini juga menjadi ancaman di Indonesia. Kemungkinan beberapa minggu ke depan kasus di Indonesia juga akan naik,” ujar Masdalina dihubungi reporter Tirto, Selasa (5/12/2023).

Masdalina menyatakan, subvarian tersebut memang bersirkulasi dalam beberapa waktu terakhir. Penularannya terjadi perlahan-lahan, namun bisa menimbulkan lonjakan kasus jika tidak diantisipasi. Kelompok rentan menjadi yang paling perlu mendapatkan proteksi karena dapat mudah tertular dan muncul keparahan kasus.

“Tidak perlu khawatir karena masih bagian dari omicron, maka virulensinya rendah, kecuali pada kelompok berisiko seperti usia lanjut dan komorbid,” jelas Masdalina.

Sementara itu, Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, menyampaikan saat ini memang situasi sudah memasuki fase endemi COVID-19. Namun, memang terpantau peningkatan kasus di sejumlah negara jelang akhir tahun.

Dicky menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kasus COVID-19 terjadi. Pengaruh musim di sejumlah negara merupakan salah satunya. Setidaknya, kata dia, negara yang mengalami peningkatan kasus COVID-19 tengah dilanda musim dingin dan hujan.

“Dua kondisi yang membuat pergerakan manusia ini lebih banyak di dalam ruangan atau berkerumun atau berkelompok. Ini yang membuat potensi terjadinya penularan infeksi saluran nafas termasuk COVID-19 menjadi semakin meningkat,” terang Dicky dihubungi reporter Tirto, Selasa (5/12/2023).

Ia menambahkan, menurunnya tingkat kekebalan tubuh atau imunitas menjadi jalan masuknya infeksi COVID-19. Pandemi lalu memang membuat banyak orang memiliki imunitas COVID-19 melalui vaksinasi atau dengan infeksi sebelumnya.

“Namun kita tahu dua-duanya mengalami penurunan kekuatannya dalam memproteksi terhadap infeksi,” tambah Dicky.