News - Bekerja di lingkungan yang didominasi oleh perempuan tidak serta-merta membuat Jemirah terbebas dari ketidakadilan gender.

Ada sederet pengalaman pahit yang pernah dirasakan Jemirah dan rekan-rekan sekerjanya, dalam beberapa kasus bahkan mengarah pada diskriminasi hingga kekerasan gender.

Kesenjangan pembagian upah antara pekerja laki-laki dan perempuan, misalnya. Jemirah bercerita bagaimana suatu perusahaan memotong pajak hanya dari gaji pekerja perempuan.

“Buruh laki-laki ini gak dikenakan pajak, untuk perempuan dipotong pajak kalau tidak salah itu 15 persen,” papar Jemirah saat mengisi seminar “Menciptakan Lingkungan Kerja yang Inklusif: Langkah Menuju Kesetaraan Gender” di kampus UI Salemba pada Jumat (27/09/2024).

Jemirah menuturkan, pihak perusahaan cenderung menganggap laki-laki memiliki beban tanggungan lebih besar karena menyandang status sebagai kepala keluarga. Padahal, realitas di lapangan tidak selalu begitu.

“Dia [perempuan] sebagai tulang punggung keluarga juga banyak yang menyandang sebagai single parent, yang masih lajang tetapi menghidupi keluarganya, ada yang menanggung adiknya yang masih sekolah, orang tuanya yang tidak bekerja, yang suaminya tidak bekerja, mempunyai anak banyak, tapi itu tidak dipandang.”

Padahal, perusahaan tersebut, Jemirah menerangkan, memiliki belasan ribu pekerja perempuan—hampir dua kali lipat lebih banyak daripada yang laki-laki.

Contoh lain yang diangkat Jemirah berkaitan dengan fasilitas penunjang bagi yang sudah memiliki anak.

“Ketika kita bekerja, anak dititipkan, tetapi perusahaan sendiri tidak memberikan tempat penitipan anak, sedangkan tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan mayoritas adalah perempuan,” ujar perempuan yang aktif dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kabupaten Tangerang ini.