News - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, meminta masyarakat untuk waspada dan siap-siaga menghadapi cuaca ekstrem dan potensi bencana hidrometeorologi.

“Pemerintah daerah dan masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan. Saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim penghujan. Adanya fenomena La Nina mengakibatkan potensi penambahan curah hujan hingga 20 persen sampai awal 2025. Situasi ini juga berpotensi meningkatkan frekuensi bencana hidrometeorologi,” ungkap Dwikorita dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (6/11/2024).

Dwikorita mengatakan bahwa pemerintah juga harus meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir. Hal yang dimaksudnya seperti penyiapan kapasitas pada sistem drainase, sistem peresapan, dan tampungan air.

Hal tersebut agar banjir dapat dicegah secara optimal. Selain itu, keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya perlu ditingkatkan untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau.

Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, mengungkapkan bahwa saat ini sejumlah wilayah Indonesia khususnya di Sumatera, sebagian Kalimantan, dan sebagian Jawa bagian tengah hingga barat telah memasuki musim hujan. Sementara itu, wilayah Pulau Jawa lainnya diprediksi akan memasuki musim hujan pada dasarian II November 2024.

“Baru saja masuk musim penghujan, tapi beberapa kejadian bencana hidrometeorologi sudah terjadi, seperti banjir dan tanah longsor yang terjadi di Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat. Karenanya, kami mengimbau kepada seluruh masyarakat dan stakeholder terkait untuk waspada, jangan lengah,” imbuhnya.

Guswanto memaparkan bahwa berdasarkan hasil analisa mingguan BMKG, terdapat potensi terjadinya cuaca ekstrem berupa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat, petir, atau angin kencang selama sepekan ke depan, yakni tanggal 7 hingga 12 November 2024.

Menurutnya, kondisi ini terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi dinamika atmosfer di Indonesia yang berdampak pada potensi peningkatan intensitas hujan di sejumlah wilayah. Katanya, dampak peningkatan hujan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat saat menjalani aktivitas sehari-hari, tapi juga berpengaruh pada aktivitas penerbangan dan pelayaran.

“Kami juga mengimbau kepada pengguna, penyedia jasa transportasi, dan operator transportasi, terutama laut dan udara, untuk juga mewaspadai kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem ini,” tuturnya.

Guswanto juga mengimbau para nelayan tidak memaksakan diri untuk melaut jika cuaca sedang buruk. Dia pun meminta mereka untuk terus memantau kondisi cuaca, angin, dan tinggi gelombang melalui aplikasi InfoBMKG.

Sementara itu, BMKG juga memonitor adanya Siklon Tropis Yinxing di sekitar Laut Filipina. Siklon ini, terang Guswanto, mempengaruhi dinamika cuaca di wilayah Indonesia.

“Siklon Tropis Yinxing diprediksikan meningkat intensitasnya dalam 24 jam ke depan dan teramati bergerak semakin menjauhi wilayah Indonesia. Namun, pertumbuhan siklon tropis ini dapat memberikan dampak tidak langsung terhadap kondisi cuaca dan perairan di wilayah Indonesia dalam 24-48 jam ke depan berupa hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di beberapa wilayah,” tuturnya.

Kondisi cuaca itu, kata Guswanto, diprakirakan terjadi di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Dia menambahkan juga bahwa pengaruh siklon ini juga menyebabkan peningkatan tinggi gelombang laut antara 1,25 hingga 2,5 meter (kategori laut sedang) di wilayah Perairan Kepulauan Sangihe-Talaud, Laut Maluku, dan Samudra Pasifik Utara Halmahera.

Sementara itu, Direktur Meteorologi Publik, Andri Ramdhani, menambahkan bahwa berdasarkan pemantauan yang dilakukan BMKG, diketahui bahwa fenomena Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial juga berdampak pada meningkatnya ketersediaan massa uap air basah sehingga memicu gangguan pola angin yang dapat mendukung pertumbuhan awan-awan hujan.

Di saat bersamaan, kata dia, labilitas lokal yang kuat serta adanya pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di beberapa wilayah Indonesia mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sepanjang daerah konvergensi atau konfluensi tersebut.

“Maka dari itu, dalam sepekan ke depan, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem dan dampak ikutannya berupa bencana hidrometeorologi yang berpotensi terjadi di seluruh wilayah Indonesia,” pungkasnya.