News - Masalah pemanasan global terjadi salah satunya karena banyaknya zat beracun yang dilepaskan di udara. Sebelum era teknologi berkembang pesat, penyerapan CO2 kebanyakan mengandalkan tumbuhan melalui hutan hujan tropis.

Kini, seiring perkembangan teknologi, banyak negara mulai memanfaatkan teknologi yang disebut blue carbon.

Dibanding penyerapan oleh hutan, menurut para pegiat lingkungan, sistem blue carbon mampu menyerap lebih banyak CO2.

Lantas, apa itu blue carbon? Berikut akan dijelaskan secara lengkap terkait definisi ekosistem blue carbon, manfaat, serta elemen pendukungnya.

Apa yang Dimaksud Blue Carbon?

Karbon biru atau blue carbon adalah istilah untuk mendeskripsikan berbagai hasil penyerapan karbon dioksida (CO2) di pesisir pantai maupun laut. Penggunaan sistem ini diklaim bermanfaat bagi lingkungan, iklim, dan manusia.

Solusi alternatif demi prinsip ramah lingkungan sekiranya bisa diterapkan melalui sistem karbon biru. Dikutip dari The Blue Carbon Initiative, karbon biru berfokus terhadap karbon di hutan-hutan bakau, rawa tempat terjadi pasang surut, dan padang lamun.

Angka penyerapan blue carbon dikatakan sangat besar, baik lewat tumbuhan ataupun sedimen yang terdapat di bawahnya. Sekitar 95 persen karbon di padang lamun tersimpan di dalam sedimen, menjadikan padang lamun sebagai salah satu penyerap karbon terbesar.

Inisiatif Karbon Biru Internasional telah dicanangkan sebagai program koordinasi, konservasi, sekaligus pemulihan hamparan alam pesisir global. Tujuannya adalah menjaga iklim, keanekaragaman hayati, serta kesejahteraan manusia.

Namun demikian, ada pula sisi negatif dari hasil penyerapan emisi karbon dioksida melalui sistem blue carbon. Dinukil dari Nora Climate Government, sistem karbon biru layaknya pisau bermata dua.

Situasi buruk dapat saja terjadi seandainya ekosistem pesisir mengalami gangguan tertentu, misalnya akibat pengeringan lahan atau pembangunan yang tidak berkelanjutan. Jika itu terjadi, karbon dioksida yang telah diserap oleh vegetasi maupun tanah bisa terlepas kembali ke atmosfer.

Oleh sebab itu, perlu upaya berkelanjutan dalam pemulihan hutan mangrove beserta ekosistem pesisir lainnya. Dengan menerapkan pemeliharaan yang baik, karbon dioksida yang terserap dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.

Contoh dan Manfaat Blue Carbon

Salah satu contoh blue carbon Indonesia pernah dituliskan di artikel yang termuat di laman BBKSDA NTT, yakni Cagar Alam Hutan Bakau (Mangrove) Maubesi. Lokasi penyimpanan karbon biru itu ada di perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Kawasan cagar alam yang berfungsi mengurangi emisi CO2 tersebut berluas 3.246 hektar, dengan 2.500 hektar di antaranya ditutupi sepenuhnya oleh pohon mangrove. Sementara itu, badan airnya mencapai 350 hektar, termasuk muara Sungai Benain.

Lantas, apa manfaat blue carbon? Berikut daftar keuntungan yang bisa diperoleh ketika sistem karbon biru diterapkan secara benar.

1. Bermanfaat untuk menyerap karbon dan upaya pencegahan perubahan iklim

Menukil dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), karbon biru menawarkan peluang tambahan kepada kita untuk menyerap karbon dioksida yang dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia.

Selain menyerap emisi CO2 yang tinggi, keberadaan ekosistem karbon biru berperan penting dalam mencegah pemanasan global akibat efek rumah kaca.

2. Memberikan perlindungan terhadap bencana

Ekosistem blue carbon seperti hutan mangrove dan rawa asin dapat berfungsi sebagai mitigasi bencana dengan mencegah terjadinya erosi pantai atau abrasi. Vegetasi ini mampu menahan ombak destruktif sehingga bisa melindungi permukiman warga dari ancaman banjir rob atau pasang surut.

Selain itu, manfaat blue carbon penting dalam menjaga fauna endemik yang tinggal di daerah tersebut.

3. Meningkatkan peluang ekonomi di lokasi blue carbon

Selain memberikan manfaat lingkungan, ekosistem blue carbon juga dapat memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar. Menurut NOAA, peluang ini dapat diwujudkan melalui pasar karbon. Masyarakat dapat menjual atau membeli penggantian kerugian karbon.

Selain itu, lokasi blue carbon dapat dijadikan sebagai destinasi wisata dengan potensi ekonomi tinggi apabila dikelola dengan baik. Dengan begitu, keindahan alam dan keberlanjutannya dapat terjaga.

Elemen Pendukung Ekosistem Blue Carbon

Ekosistem blue carbon di pesisir pantai dan laut mencakup empat sektor utama. Di antaranya termasuk hutan mangrove, rawa asin, padang lamun, dan terumbu karang. Berikut penjelasan masing-masing elemen pendukung ekosistem karbon biru tersebut.

1. Hutan Mangrove

Hutan mangrove berpotensi menyimpan karbon 800-1.200 ton/hektar. Mangrove adalah ekosistem pesisir yang terdiri dari pohon-pohon yang tumbuh di daerah pasang surut air laut.

Menurut data Ditjen PDASRH tahun 2021, pemetaan mangrove yang dilakukan pihaknya mencatat terdapat lahan mangrove sampai 4.120.263 hektar. Angka itu terbagi atas 3.364.080 hektar untuk mangrove eksisting dan 756.183 hekat untuk potensi habitat.

2. Rawa Asin (berpotensi menyimpan karbon 800 ton/hektar)

Berbeda dari hutan mangrove yang terdiri atas pohon-pohon besar, rawa lintasan pasang surut laut (rawa air asin) hanya diisi pohon berakar serabut. Fungsinya menyerap karbon dengan potensi penyimpanan karbon hingga 800 ton per hektar.

Tanaman yang ada di daerah tersebut juga diklaim bisa mencegah terjadinya proses abrasi atau erosi air laut. Ia juga menjadi rumah bagi satwa setempat dan mengatur tingkat salinitas air di sekitar pesisir pantai.

3. Padang lamun

Pernahkah Anda menyelam di laut dengan kedalaman dangkal, kemudian menemukan ada berbagai macam tumbuhan lebar yang tumbuh di dasarnya?

Laut dangkal ini dikenal pula sebagai padang lamun, kerap ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman berdaun lebar di bagian atasnya yang berfungsi mengurangi abrasi. Potensi penyerapan karbon di padang lamun mencapai 600 ton per hektar.

4. Terumbu karang

Terumbu karang adalah ekosistem di dasar laut yang ditempati berbagai spesies ikan dan organisme laut lainnya. Selain menyerap karbon, terumbu karang juga dapat dijadikan destinasi wisata yang menguntungkan dan bermanfaat untuk melestarikan berbagai spesies ikan.

Sebagai negara kepulauan, blue carbon Indonesia memunyai potensi sangat besar dibandingkan negara-negara dengan luas perairan lebih kecil. Selain itu, ekosistem blue carbon Indonesia memiliki manfaat besar untuk mitigasi perubahan iklim, perlindungan pantai, serta peningkatan ekonomi lokal.