News - Bank Indonesia (BI) bakal memperpanjang kebijakan pelonggaran makroprudensial melalui penurunan rasio loan to value (LTV) atau rasio pinjaman terhadap nilai dan financing to value (FTV) atau rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank sampai 31 Desember 2025. Dengan adanya aturan ini, masyarakat dapat membeli rumah tanpa uang muka alias DP 0 persen sampai akhir tahun depan.

"Berbagai kebijakan ini semula berakhir 31 Desember 2024 kami perpanjang setahun sampai dengan 31 Desember 2025," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Oktober 2024, di Kantor BI, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2024).

Selain memberikan penurunan rasio LTV dan FTV sampai 100 persen, Bank Sentral juga melanjutkan kebijakan untuk memperkuat ketahanan sektor perbankan saat terjadi risiko sistemik siklikal melalui Countercyclical Capital Buffer (CCyB) atau Penyangga Modal Kontra-Siklus sebesar 0 persen. Kemudian juga intermediasi makroprudensial (RIM) di 84–94 persen.

Untuk perpanjangan, berlaku juga untuk Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 5 persen, dan rasio PLM Syariah sebesar 3,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5 persen.

Menurut Perry, seluruh kebijakan pelonggaran makroprudensial ini diberikan kepada bank untuk menggenjot pertumbuhan kredit. Pada saat yang sama, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendukung pertumbuhan sektor properti yang bersifat padat karya.

"Kebijakan relaksasi ini merupakan bagian dari kebijakan BI untuk mendorong pertumbuhan kredit dan pembiayaan perbankan pada sektor-sektor yang mendukung lapangan kerja," tambahnya.

Perry memastikan kebijakan ini berlaku untuk semua jenis properti, mulai dari rumah tapak, rumah susun, serta ruko (rumah toko) atau rukan (rumah kantor).

Pada kesempatan yang sama, Bos BI itu menyebutkan, pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan sampai September 2024 mencapai 10,85 persen secara tahunan (year on year/yoy), melambat dari bulan sebelumnya yang sebesar 11,40 persen (yoy).

Berdasarkan kelompok penggunaannya, kredit modal kerja, kredit konsumsi dan kredit investasi masing-masing tercatat sebesar 10,01 persen (yoy), 10,88 persen (yoy) dan 12,26 persen (yoy). Adapun pembiayaan syariah tumbuh sebesar 11,37 persen (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh 5,04 persen (yoy).

“Dari sisi penawaran, kuatnya pertumbuhan kredit didukung oleh minat penyaluran kredit yang terjaga, berlanjutnya realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, dan dukungan KLM Bank Indonesia,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil RDG Bulan Oktober 2024, di Kantornya, Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Dari sisi sektor, capaian kredit September 2024 didorong oleh penyaluran kredit sektor pertambangan yang mencapai 26,7 persen; kredit listrik, gas dan air 15,9 persen; pengangkutan, telekomunikasi dan sebagainya di kisaran 17,5 persen, kemudian jasa dunia usaha sebesar 16 persen. Sedangkan penyaluran kredit untuk sektor-sektor padat karya seperti pertanian hanya tumbuh di kisaran 7,4 persen, industri pengolahan 7,22 persen dan perdagangan hanya 8,4 persen.

“Sektor-sektor yang kreditnya semakin tumbuh, kreditnya tumbuh, ekonominya semakin tumbuh. Ini sudah tumbuh, kalau bahasa jawanya sudah mentas lah. Sudah cukup kan. Nah kita alihkan tadi ke sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja," imbuh Perry.