News - Pornografi memberikan daya rusak yang dahsyat bagi masa depan anak dan remaja. Kasus pembunuhan seorang anak perempuan di Palembang baru-baru ini menjadi contohnya. AA, korban yang baru berumur 14 tahun, diperkosa dan dibunuh oleh anak-anak seumurannya.

Korban yang masih duduk di bangku SMP kelas VIII itu ditemukan tewas awal September lalu di Tempat Pemakaman Umum Tionghoa, Palembang. Polisi menyebut ada empat orang pelaku dalam kasus ini, yakni pelaku utama berinisial IS (16), serta MZ (13), NS (12), dan AS (12). Peristiwa naas yang menimpa AA terjadi pada Minggu (31/8/2024) sore.

Polisi menduga perbuatan keempat pelaku pemerkosaan dan pembunuhan ini dipicu akibat tontonan pornografi. Pasalnya, ditemukan konten pornografi di ponsel para pelaku. Mereka menyekap korban hingga tewas dan melakukan pemerkosaan secara bergiliran.

Berdasarkan hasil visum, polisi menemukan tanda tindakan pidana berupa luka di bagian leher hingga patah tulang lidah pada korban. Tersangka utama ditahan, sementara tiga tersangka lainnya dibina lewat rehabilitasi di Dinas Sosial sampai persidangan.

Kasus di Palembang menambah catatan hitam tindak kekerasan dan pembunuhan yang disebabkan paparan konten pornografi. Anak-anak rentan menjadi korban dalam hal ini, baik sebagai korban tindak kekerasan seksual atau yang amat disayangkan, menjadi pelaku kekerasan itu sendiri.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita, menyatakan kasus anak berurusan dengan hukum di Palembang memang terdapat kontribusi akibat konsumsi konten pornografi. Ia menilai ini merupakan satu kasus yang kompleks di tengah lemahnya proteksi digital terhadap menjamurnya konten pornografi.

“Anak remaja dengan kekhasan tahap perkembangan psikologisnya, yakni meningkat rasa ingin tahu. Ditambah dengan minimnya bimbingan dan ketersediaan media informasi yang tepat, memperburuk kondisi anak,” kata Dian dihubungi reporter Tirto, Rabu (11/9/2024).