News - Beredar video yang menunjukkan sejumlah orang yang diduga Warga Negara Indonesia (WNI) mengaku disekap dan disiksa di daerah Myawaddy, Myanmar.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan, Kementerian Luar Negeri sudah berkomunikasi dengan KBRI Yangon untuk menelusuri video tersebut. Mereka diduga disekap di daerah Hpa Lu, wilayah terpencil di Myawaddy, Myanmar. Wilayah tersebut saat ini adalah lokasi konflik bersenjata yang dikuasai kelompok pemberontak.

KBRI Yangon, berdasarkan informasi Judha, telah berkomunikasi dengan otoritas Myanmar, terutama jejaring di Myawaddy serta sebagian warga yang ada di lokasi.

"Ini kan ada beberapa orang, ceritanya macam-macam. Mereka nggak satu kelompok, datang (ke Myanmar) tidak bersamaan. Ada yang mengaku ditipu. Kita masih dalami juga karena ada yang mengaku sudah tiga tahun tinggal di sana," kata Judha sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (10/9/2024).

Judha mengatakan, mereka diiming-iming pekerjaan. Awalnya, mereka ditawari bekerja di Thailand. Akan tetapi, mereka justru dibawa ke Myanmar.

Hingga saat ini, KBRI Yangon mencatat sekitar 63 WNI di Myawaddy dengan 38 orang (atau setengah lebih) berada di wilayah Paluh. KBRI Yangon mencatat puluhan WNI ini berusia rerata 20-30 tahun dengan kebanyakan berasal dari Sumatera Utara, Bali dan Jawa Timur.

Judha mengatakan, pemerintah sudah berupaya untuk menyelamatkan dan mengevakuasi WNI dari daerah Myawaddy. Akan tetapi, upaya evakuasi kemungkinan membutuhkan waktu karena daerah Myawaddy adalah daerah konflik bersenjata.

Judha mengatakan, pemerintah sudah menangani 3.703 kasus online scam sejak 2020 lalu dengan mayoritas korban telah dipulangkan. Akan tetapi, kasus online scam kerap terulang.

Oleh karena itu, Judha mengajak masyarakat untuk tidak sembarangan tergiur tawaran bekerja di luar negeri tanpa kualifikasi khusus dengan gaji tinggi.

“Kalau ada tawaran bekerja di luar negeri tanpa visa kerja dan tidak ada kontrak kerja yang ditandatangani di dalam negeri, maka jangan diterima. Dia melihat ada kecenderungan sebagian masyarakat bertindak nekat krena tekanan ekonomi dan sebagainya,” lanjutnya.

Koordinator Advokasi Kebijakan Migrant Care, Siti Badriyah, mengkritisi lemahnya pengawasan pemerintah sebagai penyebab kasus online scam terus berulang.

"Ketika ada korban mengungkap kasus oneline scam itu juga tidak ada tindakannya. Kemudian informasi lowongan (kerja) juga masih bebas. Harusnya Kominfo bisa menutup akun-akun media sosial yang menjadi tempat promo lowongan-lowongan itu," ujarnya.

Selain itu, Badriyah menilai warga tergiur ikut online scam karena minimnya lapangan kerja di Indonesia sementara banyak tenaga terdidik di dalam negeri yang melek teknologi dan media sosial belum terserap kerja. Alhasil, mereka tertarik untuk melamar kerja di luar negeri akibat tidak mendapat kepastian kerja.

Badriyah mendorong pemerintah untuk menggencarkan kampanye ke pelosok Indonesia agar tidak ada kejahatan online scam. Migrant Care pun siap untuk membantu upaya menggencarkan kampanye bahaya kejahatan online scam.

Selain itu, Badriyah mendesak agar pemerintah berani memberi sanksi hukum yang berat kepada pelaku yang terlibat aksi online scam dan memblokir konten promosi online scam seperti kasus Myawaddy, Myanmar.

Sumber: VOA Indonesia

#voaindonesia