News - Saat TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terbentuk, sejumlah laskar perjuangan yang sudah ada sebelum Proklamasi Kemerdekaan masih diizinkan beroperasi, salah satunya Barisan Banteng.

Laskar ini merupakan penerus dari Barisan Pelopor--organisasi yang memopulerkan penggunaan bambu runcing--yang dibentuk Jepang pada tahun 1944.

Menurut Benedict Anderson Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946 (2018) sekitar 14-16 Desember 1945, Barisan Pelopor mengganti namanya menjadi Barisan Banteng di Surakarta. Anggotanya didominasi kelompok dr. Moewardi.

Surakarta menjadi markas besar Barisan Banteng yang dipimpin dr. Moewardi dan Sudiro.

Aksi di Cianjur dan Bandung

Hendi Jo dalam Zaman Perang: Orang Biasa dalam Sejarah Luar Biasa (2015) mencatat aksi Barisan Banteng dalam pertempuran yang terjadi di Cianjur. Di kota ini Barisan Banteng awalnya dipimpin oleh Muhammad Ali yang bermarkas di Pasar Suuk (sekarang sekitar Jalan Barisan Banteng).

Pada tahun 1945-1946, Barisan Banteng Cianjur bersama Yon 3 Resimen III TRI dan Hizbullah serta Sabilillah bentrok dengan Yon 3/3 Gurkha Rifles yang dibekali tank Sherman, panser wagon, brencarrier dan truk-truk pengangkut pasukan.

Dengan persediaan senjata yang terbatas, Barisan Banteng melancarkan serangan yang terstruktur dari bangunan yang berderet di kota Cianjur.

Pasukan Gurkha Rifles yang terkejut hanya mampu memberikan serangan balasan yang tidak teratur dari balik kendaraan tempurnya. Kolonel A. J. F Doulton memberikan pujian terhadap serangan yang dilancarkan laskar tersebut.

“Ini menjadi bukti, orang-orang Indonesia mengalami kemajuan dan semakin militan,” ujarnya.

Memasuki tahun 1948, meski ditinggalkan Divisi Siliwangi, Barisan Banteng tetap memberikan perlawanan yang merepotkan bagi Belanda dan menjadi unsur perjuangan yang paling menonjol di wilayah Cianjur.

Belanda membalasnya dengan operasi intelijen untuk mencari informasi tentang Barisan Banteng yang dipimpin Soeroso sebagai pengganti Muhammad Ali. Mereka menyebar telik sandi di pinggiran kota dan perdesaan.

Muslihat lain yang digunakan Belanda adalah mengutus seseorang yang menyamar sebagai pejuang ke markas Barisan Banteng. Tipu daya ini berhasil menggiring Soeroso dan Slamet, kawannya, pergi ke daerah Satoe Doeit.

Setelah masuk perangkap, satu pleton pasukan Belanda segera mengepung keduanya yang tengah santap siang di sebuah warung makan. Sadar telah dijebak, mereka berusaha menyelamatkan diri. Namun sayang, keduanya tewas tertembak.

Selain di Cianjur, dikutip dari buku Sejarah Daerah Jawa Barat (1981), Barisan Banteng juga turut dalam perjuangan di Bandung. Di sekitar peristiwa Bandung Lautan Api, Mohammad Toha--salah seorang pejuang dari Barisan Banteng--gugur dalam operasi peledakan gudang mesiu milik Belanda di dayeuhkolot.