News - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengakui persaingan yang semakin ketat dalam penyaluran kredit kepada segmen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) masih menjadi salah satu tantangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun BPR Syariah (BPRS).

Selain itu, ada pula tantangan yang muncul dari dinamika ekonomi global dan domestik, serta adopsi teknologi informasi yang semakin masif sehingga berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan.

Berbagai tantangan ini lantas membuat kinerja BPR/BPRS melambat, bahkan jumlah BPR/BPRS tutup atau bangkrut terus mengalami peningkatan.

OJK mencatat, sejak awal Januari sampai 14 September 2024 sudah ada 15 BPR tutup. Kekinian adalah PT BPR Nature Primadana Capital yang beralamat di Jalan Raya Bogor Km 43, Komplek Ruko Graha Cibinong Blok F Nomor 5, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

“Tantangan persaingan juga perlu diperhatikan terutama bagi BPR/S yang memiliki daya saing yang rendah,” kata Dian dalam jawaban tertulisnya kepada wartawan, dikutip Minggu (15/9/2024).

Untuk menghadapi perubahan dan tantangan tersebut, BPR/BPRS diharapkan memiliki ketahanan dan daya saing yang kuat, sehingga dapat mempertahankan kinerja dan eksistensinya.

Dian berujar, salah satu upaya peningkatan ketahanan dan daya saing BPR/BPRS dilakukan OJK melalui penerbitan peta jalan (roadmap) pengembangan dan penguatan industri BPR/BPRS (RP2B) pada 21 Mei 2024 lalu. Melalui peta jalan ini, penguatan dan peningkatan daya saing BPR/BPRS dilakukan dalam 4 pilar, penguatan struktur dan daya saing; akselerasi digitalisasi BPR dan BPRS; penguatan peran BPR dan BPRS di wilayahnya; serta penguatan pengaturan, perizinan dan pengawasan.

“Masing-masing pilarnya dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian inisiatif. Melalui penerapan seluruh inisiatif dalam RP2B 2024-2027, diharapkan dapat mewujudkan industri BPR dan BPRS yang berintegritas dan terpercaya, tangguh, berdaya saing, dan memberikan kontribusi nyata terutama pada daerah atau wilayahnya,” imbuh Dian.

Sementara itu, pada semester I 2024, pertumbuhan aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit BPR/S masih tercatat positif, masing-masing 6,19 persen, 7,01 persen dan 6,96 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Pertumbuhan aset, DPK dan kredit BPR/S ini ditopang dengan pemenuhan modal inti minimum Rp6 miliar, sehingga rasio CAR BPR/S posisi semester I 2024 tercatat 28,11 persen.

“Sehingga memiliki ketahanan permodalan yang memadai, dan akselerasi konsolidasi industri BPR/S sebagaimana single presence policy pada POJK (Peraturan OJK) 7 tahun 2024,” pungkas Dian.