News - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menunda pembahasan RUU Penyiaran usai ramai gelombang protes dari insan pers dan pegiat jurnalisme. Sejumlah pasal dalam beleid ini dianggap membungkam kebebasan pers hingga mengancam kreativitas kreator konten.

"Ya artinya begitu perintahnya (tunda dibahas)," kata Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas, usai Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Politikus Gerindra itu mengatakan RUU Penyiaran sendiri saat ini sudah ada di badan legislasi. Namun, kata dia, Fraksi Gerindra meminta dirinya untuk menunda pembahasan.

"Terutama yang berkaitan dengan dua hal. Satu, posisi dewan pers, yang kedua menyangkut jurnalistik investigasi," tutur Supratman.

Supratman berujar alasan menunda dibahas karena gelombang protes insan media yang memandang RUU itu dianggap mengganggu kemerdekaan pers. Ia mengakui pers merupakan pilar keempat demokrasi.

"Satu, kita tidak mau kemerdekaan pers itu terganggu, ya, kan. Pers sebagai lokomotif dan salah satu pilar demokrasi itu harus dipertahankan karena itu buat demokrasi," tukas Supratman.

Sebelumnya, Sejumlah organisasi jurnalis dan mahasiswa menggelar unjuk rasa menolak draft RUU Penyiaran yang saat ini sedang digodok DPR RI di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (26/5/2024). Mereka menolak pasal yang memberikan wewenang berlebihan kepada pemerintah untuk mengontrol konten siaran sebagaimana termaktub dalam draft RUU Penyiaran.

Pasal dalam beleid itu juga dinilai berpotensi digunakan untuk menyensor dan menghalangi penyampaian informasi yang objektif dan kritis.

Ketua Divisi Hubungan Eksternal dan Dana Usaha AJI, Muhammad Iqbal, mengatakan pihaknya menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Sebab, kata dia, dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik. Karena itu, mereka meminta agar pemerintah dan DPR merevisi beleid itu secara menyeluruh.

"Kami menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers dan masyarakat sipil," kata Iqbal kepada wartawan di lokasi.

Ia mengatakan organisasi jurnalis menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional, kata dia, akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.

Iqbal mengatakan pihaknya mendukung upaya hukum dan konstitusional guna mempertahankan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Oleh karena itu, menyerukan kepada seluruh jurnalis, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk tetap waspada dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan pers.

"Segera batalkan seluruh pasal bermasalah dalam revisi Undang-Undang Penyiaran," ucap Iqbal.

Iqbal mengatakan pihaknya mendesak agar melibatkan partisipasi Dewan Pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro-demokrasi secara aktif dan bermakna dalam pembahasan revisi UU Penyiaran

"Pastikan perlindungan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dalam setiap peraturan perundang-undangan. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam menjaga dan memperjuangkan kebebasan pers sebagai pilar penting dalam demokrasi," tutup Iqbal.