News - Presiden Joko Widodo berulang kali menyatakan bahwa Indonesia terus berkomitmen untuk menjalankan transisi energi demi dapat menekan dampak perubahan iklim. Komitmen tersebut salah satunya disampaikan Jokowi melalui pidato kenegaraan menjelang Hari Kemerdekaan ke-79 Indonesia.

Kita terus konsisten mengambil bagian dalam langkah dunia melakukan transisi energi secara hati-hati dan bertahap. Transisi energi yang ingin kita wujudkan adalah transisi energi yang berkadilan, yang terjangkau, dan mudah diakses masyarakat,” kata Jokowi di Komplek Parlemen, 16 Agustus 2024 lalu.

Komitmen Jokowi untuk menggenjot transisi energi dimulai saat pemerintah mendorong terbentuknya ekosistem kendaraan bermotor listrik (KBLBB) dan memproduksi sendiri baterai kendaraan listrik dengan bahan baku nikel. Selain itu, pada 2022, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Melalui Perpres 112/2022, pemerintahan Jokowi mengharamkan pengembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara sejak 13 September 2022.

Kendati demikian, ada pengecualian-pengecualian yang ditetapkan selama Perpres ini berlaku. Di antaranya diberlakukanpada PLTU yang telah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan PLTU yang memenuhi persyaratan.

Pasal 3 Ayat 4b Perpres 112/2022 menyatakan, "PLTU yang memenuhi persyaratan: 1. Terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional; 2. Berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35 persen dalam jangka waktu 10 tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2021 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan; dan 3. Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050."

Pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen untuk mengurangi kapasitas batu bara yang terhubung ke jaringan listrik hingga hampir setengahnya dalam periode 2030-2045. Itu dilakukan lewat Just Energy Transition Partnership (JETP).

Namun, di sisi lain, pemerintah juga berencana meningkatkan kapasitas terpasang PLTU batu bara dari 14,2 gigawatt (GW) menjadi 32,7 GW guna mendukung industri mineral, baik mineral transisi maupun mineral kritis.

Dengan berbagai aturan tersebut, industri-industri mineral transisi yang berproduksi dengan tujuan untuk melancarkan transisi energi menuju energi bersih semakin pesat.

Menurut Global Coal Plant Tracker dari Global Energy Monitor (GEM), per Juli 2023, Indonesia memiliki 249 unit PLTU batu bara dengan kapasitas terpasang mencapai 45.638 megawatt (MW). Sekitar 76,3 persennya digunakan untuk jaringan listrik.

Lalu, 45 persen atau sekitar 20.326 MW (83 unit) di antaranya dimiliki dan dioperasikan oleh PT PLN (Persero), sementara 32 persen atau 14.491 MW (49 unit) oleh produsen listrik swasta.

Selanjutnya, 23,7 persen dari total kapasitas atau sekitar 10.821 MW dari 117 unit dimiliki oleh industri dan dioperasikan sebagai pembangkit listrik off-grid untuk sumber energi operasional industri.

Dalam lanskap kebutuhan energi, ternyata industri hilir nikel ini memang intensif [penggunaan] energinya. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan PLTU terbesar itu ada di kawasan industri nikel, yang kita sebut sebagai PLTU captive,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah, Agung Budiono, dalam acara Konferensi Nasional Mineral Kritis di Aston Hotel, Palu, Rabu (9/10/2024).