News - Dalam beberapa dekade terakhir, dampak perubahan iklim semakin nyata. Suhu bumi meningkat, cuaca ekstrem, kekeringan, dan tanah longsor sering terjadi. Kondisi ini memengaruhi ekosistem, perekonomian, dan kehidupan manusia secara global.

Di tengah tantangan ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengusung konsep carbon neutral sebagai salah satu program dalam pembangunan berkelanjutan. Banyak negara, perusahaan, dan bahkan individu mulai berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon. Langkah ini dianggap penting untuk menekan laju pemanasan global dan melindungi masa depan bumi.

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan karbon netral dan mengapa hal ini penting? Artikel ini akan menjawab pertanyaan tersebut dan membahas seputar karbon netral, mulai dari perbedaannya dengan net zero carbon hingga penerapannya di Indonesia.

Apa Itu Karbon Netral dan Mengapa Penting?

Dilansir oleh European Parliament, carbon neutral adalah upaya untuk menjaga keseimbangan antara jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer dan karbon yang diserap kembali oleh alam. Proses ini melibatkan penyerapan karbon, yaitu menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer dan menyimpannya di dalam penyerap karbon.

Untuk mencapai emisi nol bersih, setiap emisi gas rumah kaca harus diimbangi dengan tingkat penyerapan karbon yang setara. Penyerap karbon adalah sistem alami atau buatan yang menyerap karbon lebih banyak daripada yang dilepaskannya.

Adapun contoh karbon netral alami meliputi tanah, hutan, dan lautan, yang secara kolektif mampu menyerap hingga 11 gigaton karbon dioksida per tahun. Namun, kapasitas ini masih belum cukup untuk mengimbangi emisi global yang mencapai hampir 38 gigaton pada tahun 2021.

Kapasitas penyerap karbon alami mengalami penurunan seiring waktu akibat deforestasi, degradasi lahan, dan pencemaran laut. Hal ini menekankan perlunya memperluas area penyerap karbon, seperti reforestasi dan pelestarian lahan gambut.

Swinburne University of Technology juga menjelaskan, netralitas karbon sangat penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh peningkatan emisi karbon di atmosfer.

Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change Sixth Assessment Report (IPCC AR6) IPCC AR6, suhu rata-rata global telah meningkat sekira 1,1°C dibandingkan masa pra-industri (1850-1900). Apabila tren ini berlanjut tanpa mitigasi, suhu dapat naik lebih dari 2°C pada akhir abad ini.

Peningkatan suhu ini memicu terjadinya bencana alam seperti kekeringan, banjir, dan dampak lingkungan lainnya yang berujung pada kematian, kelaparan, serta kelangsungan hidup manusia dan satwa liar.

Lantas, negara mana yang pertama kali mencapai netralitas karbon?

Menurut Climate Council, negara pertama yang mencapai tingkat karbon negatif adalah Bhutan. Tidak hanya carbon neutral, ia menjadi panutan negara yang minim menghasilkan karbon.

Perbedaan Karbon Netral dan Net Zero Carbon

Berdasarkan situs World Economic Forum, perbedaan utama antara carbon neutral vs net zero terletak pada cakupan dan pendekatan pengurangan emisi.

Karbon netral berfokus pada pengurangan emisi CO2 yang dihasilkan. Emisi yang tersisa kemudian diimbangi dengan mengurangi emisi di tempat lain atau menyerap karbon dari atmosfer, misalnya melalui penanaman pohon atau penggunaan energi terbarukan. Biasanya, karbon netral hanya mencakup emisi CO2 dan dapat terbatas pada bagian tertentu dari operasi bisnis.

Di sisi lain, net zero carbon mencakup pengurangan emisi secara menyeluruh di seluruh rantai pasokan perusahaan, dengan tujuan untuk mengurangi emisi karbon absolut.

Pendekatan net zero carbon mendukung upaya global untuk membatasi kenaikan suhu dunia hingga 1,5 derajat celsius, sesuai dengan kesepakatan dalam KTT Iklim Paris 2015. Net zero dianggap sebagai standar yang lebih ambisius dan menyeluruh dalam aksi iklim dibandingkan karbon netral.

Pada dasarnya, net zero dan karbon netral dianggap berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. Namun, net zero lebih berfokus pada pengurangan emisi secara total, sementara karbon netral lebih mengutamakan penyeimbangan emisi yang sudah ada.

Apakah Indonesia Siap Menerapkan Karbon Netral?

Dilansir oleh Lindungi Hutan, Indonesia berkomitmen mencapai emisi nol bersih (net zero emissions) pada 2060 atau lebih awal. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris, yakni menjaga kenaikan suhu global di bawah 2°C

Melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia berupaya menerapkan transisi menuju masa depan rendah emisi. Dalam dokumen ini, Indonesia siap menargetkan untuk menyeimbangkan pengurangan emisi dengan kebutuhan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Namun, Della Syahni dalam artikel berjudul “Target Netral Karbon Lemah, Indonesia Bisa Lebih Ambisius, Caranya?” (2021) di Mongabay, menjelaskan, beberapa organisasi lingkungan dan lembaga riset, seperti Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Walhi, menilai target carbon neutral Indonesia pada 2070 terlalu lemah dan kurang ambisius.

IESR mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki kemampuan untuk mencapai netral karbon lebih cepat, bahkan sebelum 2050. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai upaya, mulai dari pengurangan emisi gas rumah kaca di sektor energi, mempercepat transisi energi, menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), mengurangi deforestasi secara signifikan hingga dukungan politik yang lebih kuat dan peran aktif pemerintah daerah.