News - Kelam udaraku keliling; langit harapan melengkung hitam. Hati pedih teriris-iris

Kuserukan Engkau “Maha Pengampun”

Tak adalah sungguh Engkau memanggil aku membela Benteng Budi, anugerah yang Engkau limpahkan kepada insani?

Inspirasi salah satu bait sajak berjudul "Di Bawah Kaki Kebesaran-Mu" itu lahir ketika Aoh terbaring di kasur sebuah rumah sakit. Paru-parunya kambuh, memaksanya harus dirawat cukup lama di Sanatorium Cisarua, Bogor.

Berat badannya turun dan badannya mudah sakit-sakitan setelah tekanan pekerjaan di perkebunan karet di Parakan Salak, Sukabumi. Padahal ia termasuk pegawai senior sejak pertama kali bekerja tahun 1936 di perkebunan milik Belanda itu. Bahkan ia mendapatkan jabatan sebagai employee, satu-satunya orang pribumi yang menjabat posisi tersebut.

Ia terlalu memikirkan status dan jabatannya, lebih-lebih pegawai lainnya yang sebagian besar berkulit putih kerap berlaku kasar terhadap gerak-geriknya di perkebunan. Bahkan ia sering diperlakukan layaknya budak.

Untungnya sanatorium itu memberi banyak hikmah bagi Aoh dalam mengasah kemampuannya menulis dan mengarang. Selama dua tahun dirawat sejak 1939, ia banyak mendekatkan diri untuk mempelajari ilmu agama. Ia banyak membaca Al-Qur'an, juga buku agama, novel, roman, dan berbagai karya sastra lainnya.

Di sanatorium itu pula ia mengenal karya-karya Hamka yang menjadi inspirasi paling berkesan dalam menuangkan perasaaan sehingga mampu menciptakan syair dan sajak-sajak di kemudian hari.

"Sejak itu ia menetapkan bahwa kesenian, terutama kesusasteraanlah yang menjadi idaman hidupnya," ujar Ajip Rosidi dalam Iktisar Sejarah Sastera Indonesia (2018:126).

Ialah Aoh Karta Hadimadja, memiliki nama pena Karlan Hadi. Adiknya, Ramadhan KH, juga seorang pengarang yang banyak melahirkan karya biografi tokoh-tokoh hebat.