News - Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo, meminta Kementerian Perhubungan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan otobus (PO) yang tidak memiliki izin operasi imbas kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Menurutnya, hal ini juga harus dibarengi dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Dalam hal ini, Kementerian Perhubungan harus memberikan sanksi administratif.
“Saya prihatin dengan terulangnya kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata yang tidak memiliki izin. [Sanksi tegas] untuk memberikan efek jera,” kata Sigit yang merupakan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR RI, Minggu (12/5/2024).
Sigit menegaskan, sebagai regulator, Kementerian Perhubungan tidak boleh berkompromi dengan perusahaan-perusahaan bus yang berani melawan aturan dan telah menimbulkan banyak korban jiwa.
Jika perlu, kata Sigit, pemilik bus tidak diperkenankan untuk mendirikan PO dalam kurun waktu yang lama bahkan seumur hidup.
“Jika pemerintah masih mau menganggap keselamatan penumpang menjadi prioritas, harus ada tindakan tegas dan keras kepada PO-PO yang jelas-jelas melanggar aturan," ungkapnya.
Dari pemeriksaan yang dilakukan Kementerian Perhubungan, pada awal Februari 2024, hanya sekitar 36 persen bus pariwisata di Jabodetabek yang memenuhi syarat administrasi. Selebihnya, ada 64 persen yang tidak memiliki kelaikan jalan. Bahkan di antaranya bodong atau tidak memiliki izin.
"Kementerian Perhubungan sudah tahu kondisi sebenarnya, hanya saja karena tidak ada sanksi tegas, jadi bus pariwisata yang tidak laik dan tidak berizin ini tetap bisa beroperasi. Jika ada ketegasan pemerintah menertibkan perusahaan-perusahaan bus ini nakal ini, kemungkinan kecelakaan bisa ditekan.” ungkap Sigit.
Selain sanksi tegas administratif, Sigit juga meminta aparat hukum untuk memberikan sanksi pidana berat kepada pengemudi dan pemilik bus pariwisata yang mengalami kecelakaan di Ciater, Sabtu (11/5/2024).
Sesuai dengan Undang-Undang LLAJ, sopir bisa dikenakan pidana maksimal enam tahun penjara, dan untuk pemilik kendaraan yang tidak memenuhi syarat laik jalan serta tidak memiliki izin masing-masing dipidana kurungan selama 2 tahun.
“Banyak sekali pelanggaran yang dilakukan Bus Trans Putera Fajar ini, mulai dari tidak laik jalan bahkan tidak memiliki izin operasi. Sudah selayaknya sanksi pidana dengan hukuman maksimal diberikan supaya memberikan efek jera.” kata Sigit.
Sesuai Pasal 286 Undang-Undang LLAJ, pemilik kendaraan yang tidak memenuhi laik jalan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000.
Sementara itu, sopir yang menyebabkan kecelakaan dan mengakibatkan orang lain meninggal, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.
Tak hanya itu, Sigit juga meminta PO bus Trans Putra Fajar memberikan ganti rugi kepada para korban sesuai Pasal 192 Undang-Undang LLAJ.
Terkini Lainnya
Artikel Terkait
Ganjar Sebut Ada Penguasa Tolak Kudatuli sebagai Kasus HAM Berat
Menhan Prabowo Dukung Kontingen Indonesia di Olimpiade 2024
Koalisi Sipil Desak Polda DIY Hentikan Kasus Meila Nurul Fajriah
Airlangga dan Politik Perwujudan Wisnu di Pulau Jawa
Populer
Kans 2 Jenderal Maju Pilgub Jateng & Rematch Jokowi vs Megawati
28 Tahun Kudatuli: Intervensi Penguasa yang Melahirkan Tragedi
Trump Kritik Sikap Kamala Harris ke Israel dalam Konflik Gaza
Membayangkan Sayur Asem dan Kerupuk Aci dari New York
Menilik Strategi Pj Gubernur Heru Budi Tangani Banjir di Jakarta
MA Tolak Kasasi KPK, Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan
Jokowi Mengaku Tidak Tahu Sosok Bandar Judi Online Inisial T
Hoaks, KLB Polio Disebabkan Vaksin Polio Tipe-2